Let Me In
Dia hanyalah gadis biasa,
anak pertama dari tiga bersaudara, tidak populer, nilai akademisnya pun
biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa dari dirinya. Ya, tidak ada yang bisa
dibanggakan darinya. Bahkan orang tuanya pun menyetujui itu, walau tak terucap.
Mereka lebih menyanjung dan membela sang adik. Ia berusaha untuk tetap bertahan
walaupun tak ada seorang pun yang melihat atau bahkan menyadari kehadirannya. Berusaha
untuk terlihat baik baik saja meski, setiap malam ia menyanyikan kepiluan,
meneteskan hujan yang membasahi wajahnya. Dan di pagi harinya ia akan kembali
seperti biasa. Seperti itulah ia.
Seperti
secangkir kopi tanpa gula, seperti itulah hidup yang dijalaninya. Kebahagiaan
yang ia rasakan hanya ketika menyesap kopi, membaca, menulis, dan berenang.
Memang aneh bagi seseorang yang masih berumur belasan tahun seperti dia. Wajarnya
anak-anak seusianya pasti bermain ke pusat perbelanjaan, berkumpul dengan
teman-temannya. Seperti itu pula lah teman teman menganggapnya.
Anak aneh.
Anti sosial.
Ya, begitulah teman-teman
sekelasnya menjulukinya.Tanpa pernah mencari tahu yang sebenarnya. Namun, ia
tetap tersenyum, tertawa dan bercanda dengan beberapa teman yang dekat maupun
sebenarnya hatinya jauh dari yang ia lakukan. Ia hanya berpura pura melakukan
semua itu. Semata mata karena ia terlalu malas dan lelah untuk menjelaskan apa
yang sebenarnya ia rasakan namun tak ada yang mengerti, hanya sekedar ingin
tahu. Dan pada akhirnya hanya akan menjadi bahan gosip bagi mereka.
Ia lelah, sangat lelah, namun tak ada peluh yang
menghiasi wajahnya. Ya, lelah yang ia rasakan tak kasat mata. Hanya dia saja
yang mengetahuinya. Dia hanya bisa terus dan terus bertahan.
Bertahan.
Bertahan.
Dan bertahan.
Sesekali ia ingin
menyudahi semuanya, namun ia tak kuasa. Sesekali ia akan kehilangan kendali
atas dirinya, saat itulah ia akan menyakiti dirinya sendiri. Dan tetap, tak ada
yang mengerti dan mengetahui apa yang sebenarnya ia lakukan dan rasakan. Tak
ada yang perduli atau ingin benar benar mendengar apa yang ia rasakan selama
ini, atau pun melihat segala sesuatunya dari sudut pandangnya.
Ia ingin ada seseorang yang akan membiarkannya bersandar
barang sesaat saja, hanya untuk melepaskan beban beban yang telah ia panggul
selama sembilan belas tahun ini. Ia ingin ada seseorang yang akan memeluknya
ketika menangis, marah, kecewa dan mengatakan bahwa semua baik-baik saja. Ia
ingin ada seseorang yang suatu saat akan mendengarkannya ia bercerita hingga ia
lelah bercerita semua tentangnya dan orang yang tak pernah bosan untuk menceritakan
semua tentang dirinya, tanpa ada yang harus ia tutupi atau bahkan rahasiakan.
Ia ingin ada seseorang. Ia ingin ada seseorang yang memercayainya. Ia ingin ada
seseorang yang mengakuinya. Ia ingin ada seseorang yang bangga padanya. Ia
ingin ada seseorang yang bersamanya menikmati pantai, mendengarkan nyanyian
ombak, dan belaian angin. Ia ingin ada seseorang yang menunggu senja dan
menikmati senja bersamanya. Ia ingin ada seseorang yang akan membuatnya
merasakan sedikit saja kemanisan dalam hidup ini.
**
Komentar
Posting Komentar